Download Gratis Sketsa Mewarnai Gambar Mewarnai Hijab

Halaman unduh untuk gambar mewarnai Download Gratis Sketsa Mewarnai Gambar Mewarnai Hijab. Klik tombol di atas untuk mengunduh gambar dalam format PDF berkualitas tinggi, siap untuk dicetak dan diwarnai oleh anak-anak.
Gambar Mewarnai Terkait
Dongeng Terkait dari Blog
Asal Usul Mie: Hidangan Panjang Umur dari Negeri Tiongkok - Dongeng
Pada zaman dahulu kala, di tengah megahnya Negeri Tiongkok, hiduplah seorang raja yang tidak hanya tampan dan berkumis lentik, tapi juga sangat peduli pada rakyatnya. Sayangnya, negeri itu sedang dilanda musibah: wabah penyakit menyerang dan membuat orang-orang kehilangan nafsu makan. Bahkan bau semangkuk nasi putih saja bisa bikin mereka mual seperti melihat mantan. Rakyat makin hari makin kurus, lemah, dan pucat seperti kain yang sering dicuci tapi nggak pernah dijemur. Saking lemahnya, ada yang niup seruling aja langsung masuk angin. Sang Raja pun gelisah. Ia duduk di singgasananya sambil mengelus perut yang kenyang... karena ya, sebagai raja, beliau tetap makan enak. Tapi hatinya tetap gundah gulana. “Kalau begini terus, siapa yang bakal tepuk tangan pas ulang tahunku nanti?” pikirnya. Lalu, terbitlah sebuah ide cemerlang: "Akan kuadakan sayembara! Siapa pun yang bisa menciptakan makanan yang membuat rakyat sehat, kuat, dan panjang umur... akan kuangkat jadi Koki Istana Sejati!" Maka berdatanganlah para ahli masak dari seluruh penjuru Tiongkok—dari gunung, lembah, sampai kampung sebelah yang sinyalnya susah. Ada yang membawa sup rumput laut, ada yang mengusulkan jus akar ginseng lima warna, bahkan ada yang datang dengan konsep diet air mata (menyedihkan dan tak mengenyangkan). Namun, tak satu pun berhasil memikat hati rakyat. Hingga...
Dunia Tanpa Rasa Sakit - Dongeng
Hari itu, langit tampak muram, seolah ikut merasakan apa yang dirasakan Rafi. Ia meringkuk di sofa sambil memegang pipinya yang bengkak. “Kenapa sih harus ada sakit gigi? Sakit banget! Seandainya di dunia ini nggak ada rasa sakit, pasti enak ya…” keluh Rafi dengan air mata menetes diam-diam. Ibunya mengusap kepalanya lembut. “Sakit itu kadang cara tubuh bilang: ‘Tolong aku, aku sedang terluka.’” Tapi Rafi tak menjawab. Ia memejamkan mata dan… tertidur. Dalam Mimpi: Dunia Tanpa Sakit Rafi terbangun di dunia yang terang dan penuh warna. Balon beterbangan, musik berdentum, dan semua orang… tertawa. “Selamat datang di Dunia Tanpa Sakit!” seru seekor dokter kucing memakai jas putih dan stetoskop dari permen. “Di sini, semua orang bahagia karena tidak ada yang merasakan sakit!” lanjutnya sambil membagikan cokelat. Awalnya Rafi senang bukan main. Ia melompat tinggi, lalu… terjatuh keras ke batu. Brak! Tapi… tidak sakit. Rafi tertawa, “Wah, keren! Nggak sakit sama sekali!” Namun saat berdiri, ia melihat lututnya mengeluarkan darah, mengalir deras tanpa henti. Ia mulai panik. “Lho… kok nggak berhenti?” “Tenang,” sahut dokter kucing. “Karena tidak terasa sakit, tubuhmu tidak tahu kapan harus melindungi diri.” Mimpi Berubah Menjadi Mengerikan Rafi berkeliling. Ia melihat seorang kakek duduk sambil tersenyum, giginya habis...
Ketika Keinginan Tak Mengenal Batas - Cerpen
Pada jaman dahulu..Di suatu negeri antah berantah... Angin pagi bertiup lembut, mengusap rerumputan hijau yang terhampar luas di kaki Bukit. Matahari baru saja mengintip dari balik cakrawala, memandikan lembah dengan cahaya keemasan. Di puncak bukit, berdiri seorang pria berwibawa dengan sorot mata tajam. Prabu Santaka mengamati tanah luas yang membentang di hadapannya. Lembah ini masih sunyi, belum terjamah, namun dalam bayangannya, ia melihat kehidupan—sawah yang menguning, rumah-rumah berdiri kokoh, anak-anak berlarian di jalanan tanah. Di sinilah, desa baru akan lahir. Namun, desa tak akan bisa tumbuh tanpa pemimpin yang bijaksana. Dan memilih pemimpin bukan perkara mudah. Ia menoleh ke dua orang pemuda yang berdiri tegap di hadapannya. Arya dan Wira, dua calon pemimpin yang sama-sama kuat, tetapi memiliki sifat yang berbeda. “Ada satu ujian yang harus kalian lalui,” ujar Prabu Santaka, suaranya bergema di antara bukit dan lembah. Kedua pemuda itu menajamkan telinga. “Kalian akan berjalan atau berlari sejauh yang kalian bisa, dari matahari terbit hingga tenggelam,” lanjut sang Prabu. “Tempat terakhir kalian menancapkan bendera sebelum kembali ke titik awal akan menjadi batas desa yang kalian pimpin. Tapi ingat, jika kalian tidak kembali sebelum matahari tenggelam, kalian gagal.” Arya menegakkan tubuhnya, matanya berbinar penuh tekad. Tantangan ini adalah kesempatan emas...